SLAWI – Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya untuk menjalankan Undang-Undang Republik Indoneisa Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Berkaitan dengan kecelakaan laut yang menimpa dua nelayan asal Desa Surodadi Kecamatan Suradadi yakni Muhammad Rasmin (40) dan Urip Supriyanto (23) menjadi perhatian serius Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan untuk mengikutsertakan nelayan pada Program Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN)
Kepala DKPP Kabupaten Tegal, Ir Toto Subandriyo,MM mengatakan bahwa peristiwa itu harus membuka mata kita semua, utamanya bagi para nelayan, tentang betapa tingginya risiko yang mereka hadapi saat melaut. “Nyawa menjadi taruhannya,serta keluarga akan terdampak jika sampai terjadi korban jiwa” ujarnya. Dengan kejadian tersebut ia meminta agar nelayan mengikuti progran BPAN tersebut.
Toto juga mengatakan bahwa saat ini petugas DKPP Kabupaten Tegal sedang semaksimal mungkin untuk mengikutsertakan nelayan Kabupaten Tegal pada Program BPAN yang difasilitasi pemerintah. “Para petugas kami sudah jemput bola dari rumah ke rumah nelayan membantu mereka untuk mendapatkan akses BPAN. Alhamdulillah sampai saat ini sudah 629 nelayan yang berhasil kami ikutkan Program Asuransi Nelayan, termasuk Pak Muhammad Rasmin yang mengalami kecelakaan kemarin. Insa Allah kedepan kami akan lebih intensif lagi menjaring mereka untuk mendapatkan akses asuransi ini,” bebernya
Dengan premi Asuransi Nelayan sebesar Rp 175 ribu/orang/tahun dan untuk tahun pertama seluruhnya ditanggung pemerintah maka nelayan tidak mengeluarkan uang sepeser punalias gratis. Manfaatnya, bagi nelayan yang kita akses pada BPAN akan mendapat santunan kecelakaan akibat melakukan aktivitas penangkapan ikan sebesar Rp 200 juta (meninggal), Rp 100 juta (cacat tetap), atau biaya pengobatan Rp 20 juta. Santunan kecelakaan juga diberikan selain melakukan aktivitas penangkapan ikan yaitu Rp 160 juta (meninggal), Rp 100 juta (cacat tetap) dan biaya pengobatan maksimum Rp 20 juta;
Toto menambahkan, pelaksanaan program asuransi seringkali terkendala dua hal, yakni sosiokultural dan administrasi. Pada aspek sosiokulutural, banyak nelayan yang masih memandang asuransi itu ada unsur judi, riba, serta tidak mau hidup dan mati dijadikan objek bisnis karena mendahului takdir Tuhan. “Kendala administrasi di antaranya pada kepemilikan dokumen kependudukan seperti KTP elektronik dan kartu keluarga,” imbuhnya.
Discussion about this post