Slawi – Reforma agraria sebagai program strategis nasional yang bertujuan mengurangi ketimpangan dan menyelesaikan konflik agraria struktural terus dikejar pencapaiannya. Program ini pun tidak terbatas pada sertifikasi tanah dan perhutanan sosial, melainkan juga redistribusi tanah kepada yang berhak. Dalam konteks ini, Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Tegal memiliki peran penting, salah satunya melaksanakan penataan aset dan akses pada tanah objek reforma agraria (TORA) agar dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber ekonomi dan kemakmuran.
Pernyataan tersebut mengemuka saat berlangsung Rapat Koordinasi Integrasi Penataan Aset dan Penataan Akses GTRA Kabupaten Tegal di Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Tegal, Rabu (09/06/2021).
Kepala Kantor Pertanahan Kementerian ATR/BPN Kabupaten Tegal Muhammad Fadhil berharap keberadaan GTRA Kabupaten Tegal dapat membantu mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagai TORA untuk didistribusikan kepada petani penggarap.
Tanah tersebut, lanjut Fadhil, bisa berupa tanah negara atau bekas tanah hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai atas tanah yang sudah habis masa pakai atau jangka waktunya serta tidak digunakan lagi oleh pemegang hak.
Sehingga, melalui reforma agraria ini, kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan petani gurem dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektare semakin terbuka dan lapangan kerja baru berpeluang tercipta. Sementara itu, dengan skema pendampingan dan pemberdayaan masyarakat yang tepat, sengketa dan aneka persoalan di tingkat tapak pun akan dapat diselesaikan.
Pembentukan GTRA itu sendiri didasarkan atas Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Pada susunan keanggotannya, ketua GTRA Kabupaten Tegal dijabat oleh Bupati Tegal, wakil ketua dijabat Sekretaris Daerah Kabupaten Tegal dan ketua pelaksana hariannya Kepala Kantor Pertanahan Kementerian ATR/BPN. Adapun anggotanya terdiri atas pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemkab Tegal, pejabat Kantor Pertanahan Kementerian ATR/BPN Kabupaten Tegal, tokoh masyarakat, hingga akademisi.
Menanggapi itu, Wakil Bupati Tegal Sabilillah Ardie mengatakan secepatnya akan dilakukan identifikasi permasalahan atau sengketa di tingkat tapak sampai dengan skema resolusi konfliknya, model redistribusi yang tepat hingga pemberdayaan masyarakatnya.
“Pendekatan dengan pihak desa juga kita perlukan untuk menggali permasalahan, supaya jelas pula apa yang diinginkan dan kita cari jalan tengahnya. Karena proses penyelesaian konflik lahan seperti ini sudah berlarut-larut,” katanya.
Ardie berharap, masyarakat di kawasan yang mengalami konflik agraria atau situasi ketimpangan dapat secara aktif mendaftarkan area mereka sebagai lokasi pelaksanaan program reforma agraria.
“Misalkan, ada lahan yang secara de jure merupakan milik kehutanan, tetapi secara de facto dikuasai dan digunakan masyarakat, maka GTRA ini nantinya yang akan memfasilitasi penyelesaian konfliknya, termasuk mengusulkannya kepada menteri sebagai TORA,” kata Ardie. (AD/hn)
Discussion about this post