Slawi – Tumpukan sampah tampak menggunung di tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah Penujah di Desa Penujah, Kecamatan Kedungbanteng. Hal tersebut terjadi lantaran alat berat seperti ekskavator dan buldoser sempat mengalami beberapa kali kerusakan. Akibatnya, truk sampah terpaksa harus mengantri sebelum membongkar muatannya di TPA.
Informasi tersebut dibenarkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal Muchtar Mawardi saat ditemui di kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Tegal, Selasa (30/11/2021) sore. Ia mengungkapkan, untuk mengelola sampah di TPA seluas 4,1 hektare tersebut pihaknya hanya didukung oleh satu unit ekskavator dan dua unit buldoser.
“Karena pemakaian yang terus menerus, alat berat kami sering mengalami kerusakan. Bahkan mesin ekskavator yang sempat rusak selama hampir seminggu kemarin menyebabkan terjadinya antrian panjang truk sampah di luar TPA,” ungkap Muchtar
Dampaknya, sampah di tempat penampungan sementara (TPS) ikut menumpuk karena tidak terangkut. Atas kendala ini, Muchtar pun menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat atas keterlambatan pengangkutan sampah yang terjadi selama hampir sepekan tersebut.
Lebih lanjut Muchtar juga menyampaikan jika pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan penambahan alat berat untuk membantu meringankan beban kerja alat yang ada. Namun, upaya tersebut tak kunjung terealisasi sebab kandas saat proses pembahasan anggaran bersama unsur legislatif.
Diungkapkan Muchtar, kondisi TPA Penujah sudah melebihi ambang batas atau daya tampungnya sejak 2018. Sehingga upaya sanitary landfill untuk pemrosesan akhir sampah sudah tidak lagi memungkinkan selain open dumping. Namun konsekuensinya, timbunan sampah yang terbentuk semakin meninggi sehingga dapat membahayakan lingkungan kerja.
“Selain mudah longsor karena labil, timbunan sampah yang semakin tebal juga membahayakan alat berat seperti buldoser yang sewaktu-waktu bisa ambles ke dalamnya, terutama saat hujan,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Kepala UPTD Pemrosesan Akhir Sampah dan Limbah DLH Kabupaten Tegal Adiningrum Dyah Puspita saat dihubungi melalui sambungan telepon. Ia menuturkan, dari tiga alat berat yang dimilikinya tersebut hanya satu ekskavator dan satu buldoser yang bisa beroperasi, sementara satu unit buldoser rusak.
Adiningrum mengutarakan, alat berat ini sering mengalami kerusakan karena beroperasi nonstop setiap harinya dari pagi hingga tengah malam.
“Kalau tidak nonstop sampah bakalan menumpuk di dek pembongkaran, karena setiap harinya minimal 487 ton sampah masuk ke TPA. Dan dengan tiga alat berat ini saja kita masih kurang karena sampahnya cenderung bertambah,” ujarnya.
Mensikapi kondisi tersebut, ia berharap masyarakat bisa ikut berpartisipasi mengurangi volume sampahnya dengan mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai dan menerapkan pengelolaan sampah sejak dari rumah tangga, misalnya memilah sampah organik dan non organik serta mengaktifkan kelembagaan bank sampah.
Sementara itu, ditemui di lokasi TPA Penujah, operator alat berat Wusdianto membenarkan jika alat beratnya sering rusak.
“Beda dengan dulu, alat beratnya awet karena truk sampah yang masuk masih sedikit, jadi mesin bisa istirahat. Kalau sekarang, hampir 100 truk sampah baik milik pemda, pemerintah desa, maupun swasta masuk ke sini setiap harinya,” ujar pria yang sudah berkerja di TPA Penujah selama 15 tahun ini.
Menurut perhitungannya, waktu yang diperlukan satu unit buldoser untuk menggeser bongkaran sampah dari satu unit truk di dek sampai ke ujung TPA untuk meratakannya diperlukan waktu 40 menit. Sehingga jika ada 100 truk sampah setiap harinya, maka diperlukan waktu 4.000 menit atau 66 jam.
“Andaikan saja kita punya tiga buldoser, maka satu buldoser akan bekerja 22 jam dalam sehari. Tapi nyatanya, saat ini kita hanya punya dua unit buldoser di mana satunya rusak,” ujarnya. (AD/hn)