Slawi – Usai ramaikan Bumijawa Festival 2018 sejumlah seniman mancanegara dan pengisi acara lakukan field trip ke Pabrik Gula (PG) Pangka hari ini (5/2). Satoko Takaki seniman tari asal Fukuoka Jepang menyatakan kekagumannya dengan arsitektural bangunan pabrik yang sudah berdiri sejak tahun 1832 itu. Satoko juga mengagumi penggunaan tenaga manusia untuk mengoperasikan mesin penggilingan. “Ini sangat manusiawi, bisa menghidupi lebih banyak orang. Jika di Jepang hanya satu atau dua orang karena semuanya serba robot dan automatic”, katanya.
Kedatangan rombongan tamu mancanegara yang menumpang dua bus Pemda ini diterima oleh pimpinan PG Pangka di Rumah Besaran. Disini rombongan dijamu aneka hidangan makanan khas Kabupaten Tegal, seperti tahu aci, polo pendem atau umbi-umbian dan tidak ketinggalan minumas es tebu. Turut hadir mendampingi kunjungan ini antara lain pejabat dari Bappeda, Disparpora dan Camat Pangkah.
Para tamu terlihat sangat menikmati hidangan yang disuguhkan, termasuk Anna, seniman tari asal Rusia. Anna menuturkan, dirinya sangat menyukai tahu aci. “Rasanya berbeda dari tahu olahan lainnnya, ini lebih enak”, katanya.
Dari Rumah Besaran inilah Anna dan seniman lainnya mengawali perjalanannya. Rumah dua lantai ini dulunya digunakan sebagai tempat manajer dan perwira militer Belanda mengadakan pertemuan. Gedung yg berusia ratusan ini dirancang oleh arsitek Belanda bernama Halbossh.
Dengan berjalan kaki, rombongan diajak oleh tim Humas PG Pangka meninjau dock loko atau bengkel loko, tempat perbaikan lokomotif kereta tebu yang rata-rata masih asli buatan Jerman. Disini, para tamu banyak berfoto-foto ria karena memang tempatnya menarik dan artistik. Dari penjelasan yang disampaikan oleh Humas PG Pangka, Didiet, seluruh kereta di dock ini sudah tidak difungsikan karena tingginya biaya operasional. “Untuk menghidupkan satu loko saja diperlukan ongkos sedikitnya dua juta rupiah untuk persiapan dan pembelian kayu bakar”, katanya.
Puas dengan penjelasan sejarah kereta, perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi Stasiun Besali, Stasiun Ketelan, Stasiun Pabrik Tengah, Stasiun Puteran dan Stasiun Listrik. Setelahnya, perjalanan dilanjutkan ke kompleks Argo Wisata PG Pangka dengan menggunakan kereta loko tebu dan berakhir di Stasiun Gilingan. Menurut Didiet, setiap tempat di PG ini diberi nama stasiun, karena masing-masing tempat merupakan sub bagian dari Pabrik Gula itu sendiri.
Sementara Tebo Aumbara, seniman tari dan drama asal Ubud Bali yang ikut dalam rombongan mengatakan bahwa awalnya ia sedikit malas, tapi setelah masuk ke dalam pabrik, ia menjadi sangat terkesan. Tebo mengaku kagum dengan mesin gilingan tebu bertenaga uap buatan Belanda, Jerman dan Jepang. “Mesin yang diproduksi sejak tahun 1917 ini masih terus beroperasi hingga sekarang, dan ini sangat ramah lingkungan karena tidak menggunakan BBM”, katanya. Tebo mengatakan, tempat ini juga sangat artistik untuk dijadikan tempat pementasan tari dan teater.
Agenda field trip para seniman pengisi Bumijawa Festival 2018 dan komunitas Hiduplah Indonesia Raya (Hidora) Banyuwangi selaku promotor acara ditutup dengan foto bersama.
Discussion about this post