Slawi – Guna mendorong perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di daerah, Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Tegal bersama Pemerintah Kabupaten Tegal mencanangkan objek wisata Waduk Cacaban sebagai Zona KHAS atau kuliner halal, aman dan sehat. Hal tersebut terungkap saat berlangsung Pelatihan Sistem Jaminan Produk Halal se-Eks Karesidenan Pekalongan di Hotel Grand Dian Slawi, Selasa (25/03/2024).
Kepala KPw BI Tegal Mawardi menuturkan jika sebelumnya pihaknya telah melaksanakan Kick Off Zona Digital dan Zona KHAS di objek wisata Waduk Cacaban pada Sabtu (02/12/2023). Dia berharap akan ada lebih banyak lagi tempat wisata dan kuliner yang dikembangkan menjadi Zona KHAS, terutama di wilayah Eks Karesidenan Pekalongan.
Zona KHAS merupakan kawasan kuliner dengan kedai yang erat kaitannya dengan konsumsi makanan sehari-hari dengan didukung sarana dan prasarana pelayanan prima bagi konsumen. Melalui Zona KHAS ini pula diharapkan bisa memberikan perlindungan kepada konsumen, meningkatkan potensi kuliner di berbagai daerah, percepatan sertifikasi halal, pembinaan UMKM, serta peningkatan kesadaran dan kepercayaan pada halal lifestyle di masyarakat secara global.
“Saat ini penduduk muslim di seluruh dunia mencapai 1,8 miliar jiwa dengan konsumsi produk halal 2,2 triliun USD dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 3,2 triliun USD. Ini merupakan peluang besar bagi pedagang karena konsumsi yang besar akan sebanding dengan permintaan yang besar,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Staf Ahli Bupati Tegal Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan Nurhapid Junaedi menyambut baik pelatihan ini. Sebab menurutnya, saat ini sertifikasi halal sudah menjadi kebutuhan pelaku usaha yang memproduksi makanan dan minuman sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Terlebih, saat ini kewajiban bersertifikat halal bagi pelaku UMK ini lebih mudah dengan mekanisme self declare atau cukup dengan membuat pernyataan diri yang sudah memenuhi standar Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal untuk disertifikasi.
Di samping juga harus memenuhi kriteria seperti produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya dari mulai proses produksi, pengemasan hingga distribusi.
“Pemberian sertifikat halal pada produk pangan dan obat-obatan ini kiranya bisa melindungi konsumen muslim terhadap produk yang tidak halal. Sehingga kegiatan ini bisa menjadi entry point dari upaya kita bersama mendorong kebangkitan UMKM,” ujarnya.
Terkait dengan itu, Nurhapid juga meminta pelaku usaha yang sudah memegang sertifikat halal ataupun yang sedang berproses bisa difasilitasi oleh Dinas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kabupaten Tegal untuk mendapatkan pelatihan lanjutan seperti branding, promosi, dan pemasaran digital dengan memanfaatkan platform marketplace ataupun media sosial, pengelolaan keuangan digital hingga diikutkan pada ajang pameran di dalam dan di luar daerah.
Ia juga meminta pihak terkait mendorong pelaku usaha ultra mikro, mikro, dan kecil bisa mengurus perizinannya sehingga bisa mengantongi NIB atau nomor induk berusaha. Sebab dari 117.255 pelaku UMKM di Kabupaten Tegal, baru 23,5 persen yang sudah memiliki NIB atau sekitar 27.562 pelaku UMKM. Selebihnya, 89.693 pelaku UMKM belum terdaftar.
Terakhir, Nurhapid menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasihnya kepada jajaran BI Tegal dan Walisongo Halal Center yang telah membantu memfasilitasi proses pengurusan sertifikat halal, termasuk menguatkan pengetahuan para pelaku usaha mengenai regulasi, kebijakan, fatwa, hingga penggunaan platform SiHalal. (EW/hn)
Discussion about this post