Slawi – Mengusung tema “Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi”, Pemkab Tegal melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tegal gelar sejumlah kegiatan untuk memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021. Menurut Kepala Dinas DLH Kabupaten Tegal Muchtar Mawardi, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (24/02/2021) mengatakan, kegiatan kompetisi HPSN ini meliputi lomba desain logo Desa Merdeka Sampah dan video inovasi pengelolaan sampah.
“Pendaftaran lomba desain logo Desa Merdeka Sampah dan video inovasi pengelolaan sampah sudah dimulai sejak Senin (22/02/2021) kemarin hingga berakhir tanggal 3 Maret 2021 mendatang. Masyarakat bisa melihat informasi lebih lanjut tentang syarat dan ketentuan lomba ini di akun media sosial DLH Kabupaten Tegal dan media mitra lainnya,” katanya.
Sejumlah kegiatan lain juga akan diselenggarakan pada rangkaian HPSN ini seperti Peresmian Kabupaten Tegal Tersenyum, Rabu (23/02/2021), Talk Show “Sampah Gawe Berkah Karo Bungah”, Kamis (25/02/2021) yang disiarkan secara daring dari Trasa Coworking Slawi dan Gerakan Pekan Sedekah Sampah (GPSS) yang akan diikuti oleh seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada di lingkungan Pemkab Tegal. Adapun rencana peluncuran program Merdeka Sampah masih menunggu regulasi dari desa, kecamatan dan kabupaten.
“Kami berupaya agar Program Merdeka Sampah sebagai program unggulan Bupati Tegal bisa dilaksanakan bulan Maret 2021. Jadi saat ini kita masih berproses pada penataan regulasinya supaya jelas pedoman pelaksanaannya. Sedangkan untuk GPSS, nantinya sampah yang ada di OPD akan kita ambil dimana hasil pengelolaan sampahnya akan kita manfaatkan untuk kegiatan sosial, seperti pemberian santunan kepada anak yatim atau bisa juga untuk membantu meringankan beban pasien Covid-19,” jelasnya.
Ditanya soal program penanganan sampah di Kabupaten Tegal, Muchtar menjabarkan jika pengelolaan sampah tidak lagi menekankan sistem lama, yaitu kumpul, angkut dan buang, melainkan menggunakan sistem pengelolaan sampah terpadu dari hulu hingga ke hilir. Harapannya melalui proses tersebut akan mengurangi sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir Penujah.
Muchtar memaparkan, hulu pengelolaan sampah ini dimulai dari pemilahan di tingkat rumah tangga dimana ada jenis sampah anorganik yang bisa masuk ke bank sampah dan ada pula sampah organik yang tuntas dikelola sendiri di lingkungan setempat menjadi pupuk ataupun asupan budidaya magot.
Lihat juga: Sedekah Bank Sampah Riang Gembira.
“Dengan pendekatan pemilahan sampah dari hulu ini kita mengajak masyarakat untuk ikut peduli dan bertanggunjawab pada lingkungannya dengan ikut serta mewujudkan desa merdeka sampah. Harapannya akan ada perubahan perilaku, minimal tidak membuang sampah sembarangan,” jelas Muchtar.
Di sisi lain, tantangan baru muncul sejak adanya pandemi Covid-19 ini dimana volume sampah yang diproduksi justru semakin meningkat. Sampah medis seperti masker sekali pakai, alat pelindung diri hingga material untuk penanganan pasien Covid-19 menambah volume produksi sampah secara signifikan. Sampah yang terkategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ini memerlukan penanganan khusus dan untuk memusnahkannya harus dengan cara dibakar di tanur tinggi atau insinerator,” katanya.
Soal penambahan volume sampah tersebut, Muchtar pun membuat perbandingan. Jika di tahun 2019 volume sampah rata-rata yang dihasilkan 180 ton per hari, maka di tahun 2020 meningkat hingga 420 ton per hari. Menurutnya, itu baru sampah yang berhasil diangkut ke TPA Penujah, jika ditambah sampah yang hanyut ke sungai, dibakar warga hingga yang dibuang sembarangan oleh masyarakat, tentunya akan lebih banyak lagi.
Bertambahnya volume sampah yang terangkut tersebut menjadikan TPA Penujah dalam kondisi darurat karena daya tampungnya hampir mendekati ambang batas. Kondisi inilah yang mendorong pihaknya bersama komunitas peduli lingkungan terus menggalakkan gerakan pengelolaan sampah di tingkat lingkungan, disamping memperbaiki infrastruktur persampahan dan memperluas lahan di TPA Penujah,” ungkapnya.
Dirinya pun berharap, sistem sanitary landfill bisa segera diterapkan di TPAS Penujah untuk meminimalisir pencemaran lingkungan dan keselamatan kerja di TPAS Penujah. Muchtar pun mengimbau agar warga masyarakat tidak lagi membuang sampahnya sembarangan. Pun demikian dengan pemerintah desa bisa merelokasi dan tidak mendirikan tempat pembuangan sementara (TPS) sampahnya di tepi jalan ataupun di pinggir sungai.
Menurutnya, penempatan TPS yang tidak tepat justru akan mengganggu kebersihan lingkungan atau bahkan mencemari lingkungan manakala volume sampahnya membludak. Muchtar pun menyarankan agar TPS di tingkat desa dibangun dengan sistem 3R atau reuse, reduce, dan recycle. (AD)
Discussion about this post