Slawi – Keberadaan tenaga honorer atau non PNS di instansi pemerintah diakui cukup membantu dalam menyelesaikan beban kerja sehingga pemberian layanan publik berjalan lebih efektif. Namun, di sisi lain, kehadiran tenaga honorer juga menimbulkan permasalahan tersendiri dalam manajemen kepegawaian pemerintah. Hal ini terjadi karena awalnya, saat perekrutan tidak melalui proses seleksi yang ketat, sehingga tenaga honorer yang diterima tidak sesuai antara kompetensi dengan tugas yang dikerjakan. Lebih jauh lagi, jumlah tenaga honorer ini semakin banyak sehingga dinilai membebani anggaran.
Menindaklanjuti ini, Bupati Tegal Umi Azizah meminta seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD) untuk memetakan jumlah dan kompetensi tenaga honorer yang ada di instansinya masing-masing. Arahan tersebut disampaikan Umi saat membuka acara Rakor Penataan Tenaga Non PNS dan Non PPPK serta Penganggarannya di Tahun 2021 di Pendopo Amangkurat Setda Kabupaten Tegal, Kamis (30/07/2020) pagi.
“Karena tidak melalui proses seleksi yang ketat, mereka yang diterima sebagai tenaga honorer seringkali kompetensinya tidak sesuai, termasuk kinerjanya juga tidak seperti yang diharapkan. Kita juga menemukan penyimpangan dalam perekrutannya sehingga jumlah honorer menjadi tidak terkendali dan sulit untuk menentukan tenaga honorer mana yang sebenarnya dibutuhkan oleh pemerintah,” kata Umi.
Melihat permasalahan tersebut, Umi memandang perlu dilakukannya peninjauan kembali keberadaan tenaga honorer ataupun pegawai tidak tetap di lingkungan Pemkab Tegal. Peninjauan kembali ini mencakup jumlahnya, bagaimana kompetensi dan kontribusinya dalam menunjang kerja-kerja di pemerintahan dan pelayanan publik, serta bagaimana sebaiknya melakukan pengembangan dan peningkatan kesejahteraan tenaga honorer. “Perencanaan dan pengembangan tenaga honorer harus benar-benar serius dilakukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan kemampuan anggaran, termasuk pemenuhan hak dan kewajibannya,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Tegal Widodo Joko Mulyono menuturkan kebijakan anggaran tahun 2021 menuntut semua pihak berpikir jernih dan bertindak secara hati-hati, cermat serta tidak melanggar hukum. “Ini bukan pilihan manis, tetapi harus dilakukan pengendalian dan penataan tenaga honorer. Tentunya dengan mengidentifikasi jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh tenaga honorer tersebut,” tuturnya.
Untuk itu, Joko menghimbau kepada seluruh kepala OPD mendata kembali tenaga honorernya selambat-lambatnya Rabu, 5 Agustus 2020. Data ini diperlukan untuk merumuskan kebijakan penganggaran dan penataan kepegawaian di tahun 2021 sesuai ketentuan yang berlaku.
Di tempat yang sama, Kepala Bappeda dan Litbang Kabupaten Tegal Bambang Kusnandar Aribawa menyampaikan jumlah tenaga honorer di Pemkab Tegal berdasarkan data terakhir tahun 2019 sebanyak 1.760 orang. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.504 orang. Artinya, ada peningkatan 17 persen atau penambahan 256 orang.
Menurut Aribawa, jumlahnya tenaga honorer tersebar di hampir seluruh OPD kecuali Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Kepegawaian Daerah, RSUD dr. Soeselo, RSUD Suradadi, Kantor Kesbangpol, Kantor Kecamatan Margasari, Kantor Kecamatan Pagerbarang, Kantor Kecamatan Jatinegara dan Kantor Kecamatan Tarub.
Menindaklanjuti banyaknya tenaga honorer tersebut, Aribawa menyarankan, penganggaran tenaga honorer tahun 2021 masuk pada jenis belanja jasa kantor sesuai bidang jasa yang dibutuhkan. Selain itu, pelaksanaan pengadaan jasa tenaga honorer bisa dilakukan melalui sistem outsorching ataupun swakelola sesuai dengan karakteristik tenaga honorer yang dibutuhkan. “Dua hal tersebut dapat ditempuh, disesuaikan dengan kondisi di masing-masing OPD yang ada,” pungkasnya. (OI)
Discussion about this post